TEORI
PERUBAHAN DARI BEBERAPA TOKOH
1. Teori
Siklus
Teori
siklus menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus artinya berputar
melingkar. Menurut teori siklus, perubahan sosial merupakan sesuatu yang tidak
bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu, tetapi berputar-putar
menurut pola melingkar. Pandangan teori siklus ini, yaitu perubahan sosial
sebagai suatu hal yang berulang-ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki
kesamaan atau kemiripan dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola
perubahan ini tidak ada proses perubahan
sosial masyarakat
secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitif, tradisional,
dan modern tidak jelas. Perubahan siklus merupakan pola perubahan yang
menyerupai spiral seperti gambar berikut.
Pandangan
teori siklus sebenarnya telah dianut oleh bangsa Yunani, Romawi, dan Cina Kuno
jauh sebelum ilmu sosial modern lahir. Mereka membayangkan perjalanan hidup
manusia pada dasarnya terperangkap dalam lingkaran sejarah yang tidak
menentu.
Seorang filsuf sosial Jerman,
Oswald Spengler, berpandangan bahwa setiap peradaban besar menjalani proses
penahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Selanjutnya, perubahan sosial
akan kembali pada tahap kelahirannya kembali. Seorang sejarawan sosial Inggris,
Arnold Toynbee, berpendapat bahwa sejarah peradaban adalah rangkaian siklus
kemunduran dan pertumbuhan. Akan tetapi, masingmasing peradaban memiliki
kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari kesalahannya untuk mencapai
tingkat peradaban yang tinggi. Salah satu contoh adalah kemajuan teknologi di
suatu masyarakat umumnya terjadi karena proses belajar dari kebudayaan lain.
Kita dapat melihat kebenaran teori siklus ini dari kenyataan sosial sekarang. Misalnya, dari perilaku mode pakaian, dan gaya kepemimpinan politik. Sebagai contoh, dalam perubahan mode pakaian, seringkali kita melihat mode pakaian terbaru kadang-kadang merupakan tiruan atau mengulang model pakaian zaman dulu.
Dalam bidang politik, kita juga melihat adanya perubahan bersifat siklus. Sering kita melihat upacara-upacara sosial yang dilakukan pemimpin suku di zaman kuno dilakukan kembali oleh pemimpin politik masyarakat modern sekarang, misalnya melakukan upacaraupacara yang sifatnya memuja dan memelihara tradisi turun-temurun.
Kita dapat melihat kebenaran teori siklus ini dari kenyataan sosial sekarang. Misalnya, dari perilaku mode pakaian, dan gaya kepemimpinan politik. Sebagai contoh, dalam perubahan mode pakaian, seringkali kita melihat mode pakaian terbaru kadang-kadang merupakan tiruan atau mengulang model pakaian zaman dulu.
Dalam bidang politik, kita juga melihat adanya perubahan bersifat siklus. Sering kita melihat upacara-upacara sosial yang dilakukan pemimpin suku di zaman kuno dilakukan kembali oleh pemimpin politik masyarakat modern sekarang, misalnya melakukan upacaraupacara yang sifatnya memuja dan memelihara tradisi turun-temurun.
2. Teori
Perkembangan/Teori Linier
Menurut teori ini perubahan sosial
bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu titik tujuan tertentu. Penganut
teori ini percaya bahwa perubahan sosial bisa direncanakan atau diarahkan ke
suatu titik tujuan tertentu. Masyarakat berkembang dari tradisional menuju
masyarakat kompleks modern. Bentuk perubahan sosial menurut teori ini dapat
digambarkan seperti tampak dalam gambar berikut.
Pandangan
tentang teori linier dikembangkan oleh para ahli sosial sejak abad ke-18,
bersamaan dengan munculnya zaman pencerahan di Eropa yang berkeinginan
masyarakat lebih maju. Teori linier dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori
evolusi dan teori revolusi. Teori evolusi melihat perubahan secara lambat,
sedangkan teori revolusi melihat perubahan secara sangat drastis. Menurut teori
evolusi bahwa masyarakat secara bertahap berkembang dari primitif, tradisional,
dan bersahaja menuju masyarakat modern. Teori ini dapat kita lihat di antaranya
dalam karya sosiolog Herbert Spencer, Emile Durkheim, dan Max Weber. Herbert
Spencer seorang sosiolog Inggris, berpendapat bahwa setiap masyarakat
berkembang melalui tahapan yang pasti. Herbert Spencer mengembangkan teori
evolusi Darwin untuk diterapkan dalam kehidupan sosial.
Menurut Spencer orang-orang yang cakap akan memenangkan perjuangan hidup, sedangkan orang-orang lemah akan tersisih sehingga masyarakat yang akan datang hanya diisi oleh manusia-manusia tangguh yang memenangkan perjuangan hidup.
Emile Durkheim mengetengahkan teorinya yang terkenal bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cara hidup masyarakat tradisional yang di dalamnya cenderung terdapat keseragaman sosial yang diikat oleh ide bersama. Sebaliknya, solidaritas organik merupakan cara hidup masyarakat lebih maju yang berakar pada perbedaan daripada persamaan. Masyarakat terbagi-bagi secara beragam atau terjadi proses diferensiasi kerja.
Teori revolusioner dapat kita lihat dalam karya Karl Marx sebagai sosiolog. Karl Marx juga melihat masyarakat berubah secara linier, namun bersifat revolusioner. Semula masyarakat bercorak feodal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis. Kemudian, berubah menjadi masyarakat sosialis-komunis sebagai puncak perkembangan masyarakat.
Menurut Spencer orang-orang yang cakap akan memenangkan perjuangan hidup, sedangkan orang-orang lemah akan tersisih sehingga masyarakat yang akan datang hanya diisi oleh manusia-manusia tangguh yang memenangkan perjuangan hidup.
Emile Durkheim mengetengahkan teorinya yang terkenal bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cara hidup masyarakat tradisional yang di dalamnya cenderung terdapat keseragaman sosial yang diikat oleh ide bersama. Sebaliknya, solidaritas organik merupakan cara hidup masyarakat lebih maju yang berakar pada perbedaan daripada persamaan. Masyarakat terbagi-bagi secara beragam atau terjadi proses diferensiasi kerja.
Teori revolusioner dapat kita lihat dalam karya Karl Marx sebagai sosiolog. Karl Marx juga melihat masyarakat berubah secara linier, namun bersifat revolusioner. Semula masyarakat bercorak feodal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis. Kemudian, berubah menjadi masyarakat sosialis-komunis sebagai puncak perkembangan masyarakat.
Max Weber berpendapat bahwa masyarakat berubah secara linier dan masyarakat
yang diliputi oleh pemikiran mistik menuju masyarakat yang rasional. Terjadi
perubahan dari masyarakat tradisional yang berorientasi pada tradisi turun-temurun
menuju masyarakat modern yang rasional.
3. Teori
Evolusi (Evolutionary Theory)
Teori
ini berpijak pada teori evolusi Darwin dan
dipengaruhi oleh pemikiran Herbert Spencer. Tokoh yang berpengaruh pada teori
ini ialah Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Durkheim berpendapat bahwa
perubahan karena evolusi memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama
yang berhubungan dengan kerja. Adapun Tonnies memandang bahwa masyarakat
berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan yang erat dan
kooperatif, menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan yang
terspesialisasi dan impersonal. Tonnies tidak yakin bahwa perubahanperubahan
tersebut selalu membawa kemajuan. Dia melihat adanya fragmentasi sosial
(perpecahan dalam masyarakat), individu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan
sosial sebagai akibat langsung dari perubahan sosial budaya ke arah
individualisasi dan pencarian kekuasaan. Gejala itu tampak jelas pada
masyarakat perkotaan. Teori ini masih belum memuaskan banyak pihak karena tidak
mampu menjelaskan jawaban terhadap pertanyaan mengapa masyarakat berubah. Teori
ini hanya menjelaskan proses perubahan terjadi.
4.
Teori Konflik (Conflict Theory)
Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl
Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. la yakin bahwa konflik atau pertentangan selalu menjadi bagian dari masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik (konflik sosial dan perubahan sosial) selalu melekat dalam struktur masyarakat.
Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl
Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. la yakin bahwa konflik atau pertentangan selalu menjadi bagian dari masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik (konflik sosial dan perubahan sosial) selalu melekat dalam struktur masyarakat.
5.
Teori Fungsional (Functional Theory)
Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan sosial sampai pada ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial yang tingkatnya moderat. Konsep kejutan budaya menurut William F. Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsional. Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah dengan sangat cepat, sementara unsur lainnya tidak. Ketertinggalan tersebut menjadikan kesenjangan sosial dan budaya di antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial, seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan polapola perilaku yang baru meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional. Contohnya, ketika alat-alat kontrasepsi pertama kali diluncurkan untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam program keluarga berencana (KB), banyak pihak menentang program tersebut karena bertentangan dengan nilai-nilai agama serta norma yang berlaku di masyarakat pada waktu itu. Meskipun demikian, lambat laun masyarakat mulai menerima program KB tersebut karena dapat bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan sosial sampai pada ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial yang tingkatnya moderat. Konsep kejutan budaya menurut William F. Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsional. Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah dengan sangat cepat, sementara unsur lainnya tidak. Ketertinggalan tersebut menjadikan kesenjangan sosial dan budaya di antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial, seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan polapola perilaku yang baru meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional. Contohnya, ketika alat-alat kontrasepsi pertama kali diluncurkan untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam program keluarga berencana (KB), banyak pihak menentang program tersebut karena bertentangan dengan nilai-nilai agama serta norma yang berlaku di masyarakat pada waktu itu. Meskipun demikian, lambat laun masyarakat mulai menerima program KB tersebut karena dapat bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
4. Teori Siklis (Cyclical
Theory)
Teori ini mencoba melihat
bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh
siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat perputaran
atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran
suatu kebudayaan atau kehidupan social merupakan hal yang wajar dan tidak dapat
dihindari. Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.
a. Teori Oswald Spengler
(1880–1936)
Menurut teori ini,
pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu anak-anak, remaja, dewasa,
dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan
perkembangan masyarakat, bahwa setiap peradaban besar mengalami proses
kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar
seribu tahun.
b. Teori Pitirim A. Sorokin
(1889–1968)
Sorokin berpandangan bahwa
semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar
tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan ideasional,
idealistis, dan sensasi.
1) Kebudayaan ideasional,
yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap
kekuatan supranatural.
2) Kebudayaan idealistis,
yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur adikodrati (supranatural)
dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat
ideal.
3) Kebudayaan sensasi,
yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan
hidup.
c. Teori Arnold Toynbee
(1889–1975)
Toynbee menilai bahwa peradaban
besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan akhirnya
kematian. Beberapa peradaban besar menurut Toynbee telah mengalami kepunahan
kecuali peradaban Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap kepunahannya.
3. Teori Fungsionalis
(Functionalist Theory)
Konsep yang berkembang dari
teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini mendukung Teori
Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan
antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa
unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang
lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang
terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut.
Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau cultural lag.
Para penganut Teori
Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan
tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan
keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu
telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata
bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh
masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat,
perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William Ogburn.
Secara lebih ringkas,
pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat
relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen
masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat
biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat
tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota kelompok
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar