KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikan-Nya sehingga
tugas Makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Filsafat” ini dapat kami selesaikan.
Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas.
Dalam kesempatan ini,
penulis menghaturkan terimakasih yang dalam kepada semua pihak yang telah
membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya makalah ini.
Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan
makalah ini penulis sangat hargai.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Banyak diantara kita
terutama mahasiswa UIN dan IAIN pernah mendengar kata “Filsafat”, akan tetapi
banyak pula dari kita yang hanya sekedar tau filsafat di permukaanya saja. Karena
sebagian orang menganggap pembelajaran filsafat ataupun materi pembahasan
tentang filsafat kurang menarik untuk dipelajari. Padahal filsafat adalah ilmu
yang dapat menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan objektif dalam
melihat dan memecahkan beragam problema kehidupan.
Karena itu penulis merasa tertarik
untuk membahas secara jelas dan padat mengenai filsafat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja ruang lingkup filsafat?
2.
Metode apa saja yang digunakan dalam
filsafat?
3. Apa
saja objek filsafat?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui dan memahami ruang lingkup
filsafat
2.
Mengetahui dan memahami metode yang
digunakan dalam filsafat
3. Mengetahui
dan memahami objek filsafat
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang
mencakup ilmu-ilmu khusus. Dalam perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu
memisahkan diri dari induknya yakni filsafat.
Dalam sejarah ilmu, ilmu khusus yang pertama
kali memisahkan diri dari filsafat adalah matematika yaitu pada zaman
Renaissance (abad XVI.M) yang kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu
lainnya.
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya masih
terasa pengaruhnya. Setelah ilmu filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata
filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu
yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
Ruang lingkup fisafat adalah segala sesuatu
lapangan pemikiran manusia yang amat luas (komprehensif). Segala sesuatu
yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkrit
maupun material abstrak (tidak terlihat). Jadi obyek filsafat itu tidak
terbatas. (Noor Syam,1988:22).SS
Adapun menurut
pendapat para ahli tentang ruang lingkup filsafat :
1.
Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
2.
Tentang ada dan tidak ada.
3.
Tentang alam, dunia dan seisinya.
4.
Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5.
Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
6.
Tuhan tidak dikecualikan.
B.
Metode Filsafat
Ada tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan
problema-problema filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi, dan dialektika.
1.
Metode Deduksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu
kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan kemudia diterapkan kepada
semua yang bersifat khusus.
Contohnya sebagai berikut:
· Semua manusia adalah
fana (prinsip umum)
· Semua raja adalah
manusia (prinsip khusus)
· Karena itu semua raja
adalah fana (kesimpulan)
2.
Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan
ditarik dari prinsip khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat
umum.
Contohnya sebagai berikut:
· Bagus adalah manusia
(prinsip khusus)
· Dia akan mati (prinsip
umum)
· Seluruh manusia akan
mati (kesimpulan)
3.
Metode
Dialektik
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu
kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang penalaran: tesis, antitesis dan
sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh argument yang
didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling
mempengaruhi argument tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak
menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian,
timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Pada setiap tahap dari dialektik
ini kita memasuki lebih dalam pada problema asli. Dan dengan demikian ada
kemungkinan untuk mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode
dialektik merupakan metode berpikir yang benar, ia maksudkan ialah hal-hal yang
sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan
sehari-hari kerap kali kita mengalami perlunya mendamaikan hal-hal yang
bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita mesti mengusahakan kompromi
antara beberapa pandapat atau keadaan yang berlawanan satu sama lain. Nah,
maksud Hegel mirip dengan pengalaman kata itu. Hegel sangat mengagumi filsuf
yunani Herakleitos yang mengatakan bahwa “pertentangan adalah bapak segala
sesuatu”.
Proses dialektik selalu tradisi
dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis yang menampilkan “lawan” dari fase
kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut fase ketiga disebut sintesis, yang
mendamaikan antara tesis dan antitesis yang saling berlawanan. Sintesis yang
telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi dan
akhirnya kedua-duanya dinamakan menjadi sintesis baru. Demikian selanjutnya
setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan
sintesis.
· Dalam
keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat berupa tesis
dan antitesis. Bagi Suami, anak merupakan bagian dari dirinya sendiri. Begitu
juga sang Istri, dengan demikian si anak merupakan sintesis bagi Suami Istri
tadi.
Metode yang digunakan untuk memecahkan
problem-problem filsafat, berbeda dengan metode yang digunakan untuk
mempelajari filsafat. Ada tiga macam metode untuk mempelajari filsafat,
diantaranya:
4.
Metode
Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian
pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh atau pada
metode.
Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa
menghadapi teori pengetahuan yang berdiri atas beberapa cabang filsafat.
Setelah itu mempelajari teori hakikat, teori nilai atau filsafat nilai.
Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat untuk
membahas setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
5.
Metode
Histories
Metode ini digunakan untuk
mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya dapat dibicarakan dengan
tokoh-tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misal dimulai dari pembicarakan
filsafat thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam
teori pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Lantas
dilanjutkan dalam membicarakan Anaxr mandios Socrates, lalu Rousseau Kant dan
seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
6.
Metode
kritis
Metode ini digunakan oleh orang-orang yang
mempelajari filsafat tingkat intensif. Sebaiknya metode ini digunakan pada
tingkat sarjana. Disini
gajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis ataupun histories.
Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan
kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga berupa
dukungan. Ia mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri ataupun
menggunakan pendapat filsuf lain. Jadi jelas tatkala memulai pelajaran amat
diperlukan belajar filsafat dengan metode ini.
C.
Cabang Filsafat
Jika kita mengamati karya-karya besar
filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga
tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan,
nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam
tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai
adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian
epistimologi.
Namun ada juga yang membagi cabang
filsafat berdasarkan karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya
filsafat dibagi dua, yaitu :
1.
filsafat umum/murni
a.
Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
b Epistemologi.
Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan
c. Logika.
Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan kesimpulan yang valid.
Namun ada juga yang memasukkan Logika ke dalam kajian epistimologi.
d. Aksiologi.
Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
2 Filsafat
Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti
misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain
sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas
tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa
kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia,
kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat
Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia
menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan
tetapi dia mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas
mengenai keotentikan, kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
1.
Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan
metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-karakteristik yang sangat umum
dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Metafisika
menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa dan
materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan sifat, aktual dan
potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan
antara penampakan (appearance) dan kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran
yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di balik penampakan tersebut.
Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya bahwa kenyataan paling dasar
pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural.
Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar
filsafat diwarnai oleh pemikiran-pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga
filsuf yang meragukan dan menolak metafisika. Para filsuf yang menolak
metafisika beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena melampaui
batas-batas kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya.
Kebenaran-kebenaran yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan
spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan diukur kebenarannya. Dalam perkembangannya,
metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabanga, yaitu :
1. Ontology,
mengkaji persoalan-persoalan tentang ada (dan tiada)
2.
Kosmologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan
unsur-unsur yang membentuk alam semesta
3.
Humanologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan
antara jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia
4.
Teologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama
2.
Epistemologi dan Logika
Istilah epistemology berasal
dari bahasa Yunani, yakni episteme yang berarti pengetahuan
dan logos yang berarti teori.dengan
demikian epistemology adalah suatu kajian atau teori filsafat
mengenai esensi pengetahuan.
Menurut Koestenbaum (1968), secara umum epistemology berusaha
untuk mencari jawaban atas pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara
spesifik epistemology berusaha menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti
hubungan antara pengetahuan dan kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang
melampaui panca indera, status ontology dari teori-teori ilmiah, hubungan
antara konsep-konsep atau kata-kata yang bersifat umum dengan objek-objek yang
ditunjuk oleh konsep-konsep atau kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan
mengetahui itu sendiri.
Menurut J.F. Ferrier, epistemology pada
dasarnya berkenaan dengan pengujian filsafati terhadap batas-batas,
sumber-sumber, struktur-struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Logika sebagai salah satu cabang
filsafat pada dasarnya adalah cara untuk menarik kesimpulan yang valid. Secara
luas logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir secara
sahih. Ada banyak cara menarik kesimpulan. Namun secara garis besar, semua itu
didigolongkan menjadi dua cara yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang
bersifat umum. Sedangkan logika deduktif berhubungan dengan penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus yang umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus
atau individual. Baik logika induktif maupun logika deduktif, dalam proses
penalarannya mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggap
benar. Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal, yakni kebenaran
premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan keputusan.
Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak terpenuhi maka kesimpulan
yang ditariknya akan salah.
3.
Aksiologi
Aksiologi merupakan kajian filsafat
mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas yang kita berikan kepada
sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak bernilai. Pada
masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan teknologi. Peradaban
manusia masa kini sangat bergantung pada ilmu pengetahuan (sains) dan
teknologi. Berkat kemajuan pada kedua bidang ini pemenuhan kebutuhan manusia
dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak sekali penemuan-penemuan baru
yang amat membantu kehidupan manusia, seperti misalnya penemuan dalam bidang
kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain,
perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan factor manusia. Di mana
bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan
manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang
akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi
berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia
ada bertujuan untuk eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada
di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu
sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang ada. Masalah nilai moral
tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk menemukan kebenaran. Sebab untuk
menemukan kebenaran dan kemudian terutama untuk mempertahankannya, diperlukan
keberanian moral.
Dihadapkan dengan masalah moral
dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini, para
ilmuwan terbagi menjadi dua golongan pendapat.
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu
harus bersikap netral terhadap nilai-nilai, bik itu secara ontologis, mau pun
aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan
terserah kepada orang lain dalam mempergunakannya, apakah untuk kebaikan atau
untuk keburukan.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat
bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik
keilmuan. Sedangkan dalam penggunaannya bahkan pemilihan obyek penelitian,
kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.
Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada
dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub cabang yaitu :
1. Etika. Kajian filsafat
mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya manusia bersikap dan
bertingkah laku, apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan manusia.
2. Estetika. Nilai yang
berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji mengenai keindahan,
kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.
D.
OBJEK
FILSAFAT
Isi filsafat ditentukan oleh objek
yang dipikirkan. Ada dua objek apa yang dipikirkan. Ada dua objek dalam
filsafat diantaranya:
1. Objek
Material
Objek material filsafat yaitu
segala yang ada dan mungkin ada, jadi luas sekali dan tidak terbatas.
Objek materia antara filsafat
dengan sains (ilmu pengetahuan) sama, yaitu sama-sama menyelidiki segala yang
ada dan mungkin ada. Tapi ada dua hal yang membedakan diantaranya:
a.
Sains menyelidiki objek material yang empiris. Sedangkan filsafat menyelidiki
bagian yang abstraknya.
b. Ada
objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains seperti
tuhan, hari akhir (hal-hal yang tidak empiris). Jadi objek material filsafat
lebih luas daripada sains.
2. Objek Formal (sikap
penyelidikan)
Objek forma filsafat adalah
penyelidikan yang mendalam atau ingin mengetahui bagian dalamnya. Kata mendalam
artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.
Objek ini hanya dimiliki oleh
filsafat saja. Sains tidak mempunyai objek forma. Karena objek sains hanya
terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika tidak
dapat diselidiki maka akan terhenti sampai disitu.
Tetapi filsafat tidaklah demikian, filsafat
akan terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai akar-akarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar