Sabtu, 07 April 2018

FILSAFAT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikan-Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Filsafat” ini dapat kami selesaikan. Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.















BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Banyak diantara kita terutama mahasiswa UIN dan IAIN pernah mendengar kata “Filsafat”, akan tetapi banyak pula dari kita yang hanya sekedar tau filsafat di permukaanya saja. Karena sebagian orang menganggap pembelajaran filsafat ataupun materi pembahasan tentang filsafat kurang menarik untuk dipelajari. Padahal filsafat adalah ilmu yang dapat menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan objektif dalam melihat dan memecahkan beragam problema kehidupan.
Karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas secara jelas dan padat mengenai filsafat.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa saja ruang lingkup filsafat?
2.      Metode apa saja yang digunakan dalam filsafat?
3.      Apa saja objek filsafat?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui dan memahami ruang lingkup filsafat
2.      Mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam filsafat
3.      Mengetahui dan memahami objek filsafat






BAB II
PEMBAHASAN
A.   Ruang Lingkup Filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus. Dalam perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat.
Dalam sejarah ilmu, ilmu khusus yang pertama kali memisahkan diri dari filsafat adalah matematika yaitu pada zaman Renaissance (abad XVI.M) yang kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lainnya.
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya masih terasa pengaruhnya. Setelah ilmu filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
Ruang lingkup fisafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat luas (komprehensif). Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkrit maupun material abstrak (tidak terlihat). Jadi obyek filsafat itu tidak terbatas. (Noor Syam,1988:22).SS
Adapun menurut pendapat para ahli tentang ruang lingkup filsafat :
1.                       Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
2.                       Tentang ada dan tidak ada.
3.                       Tentang alam, dunia dan seisinya.
4.                       Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5.                       Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
6.                       Tuhan tidak dikecualikan.

B.  Metode Filsafat
Ada tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi, dan dialektika.
1.    Metode Deduksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan kemudia diterapkan kepada semua yang bersifat khusus.
Contohnya sebagai berikut:
·  Semua manusia adalah fana (prinsip umum)
·  Semua raja adalah manusia (prinsip khusus)
·  Karena itu semua raja adalah fana (kesimpulan)
2.    Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum.
Contohnya sebagai berikut:
·  Bagus adalah manusia (prinsip khusus)
·  Dia akan mati (prinsip umum)
·  Seluruh manusia akan mati (kesimpulan)
3.    Metode Dialektik
 Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang penalaran: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh argument yang didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi argument tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Pada setiap tahap dari dialektik ini kita memasuki lebih dalam pada problema asli. Dan dengan demikian ada kemungkinan untuk mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dialektik merupakan metode berpikir yang benar, ia maksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kerap kali kita mengalami perlunya mendamaikan hal-hal yang bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita mesti mengusahakan kompromi antara beberapa pandapat atau keadaan yang berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan pengalaman kata itu. Hegel sangat mengagumi filsuf yunani Herakleitos yang mengatakan bahwa “pertentangan adalah bapak segala sesuatu”.
Proses dialektik selalu tradisi dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis yang menampilkan “lawan” dari fase kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut fase ketiga disebut sintesis, yang mendamaikan antara tesis dan antitesis yang saling berlawanan. Sintesis yang telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya dinamakan menjadi sintesis baru. Demikian selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan sintesis.
· Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat berupa tesis dan antitesis. Bagi Suami, anak merupakan bagian dari dirinya sendiri. Begitu juga sang Istri, dengan demikian si anak merupakan sintesis bagi Suami Istri tadi.
 Metode yang digunakan untuk memecahkan problem-problem filsafat, berbeda dengan metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Ada tiga macam metode untuk mempelajari filsafat, diantaranya:
4.    Metode Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh atau pada metode.
 Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa menghadapi teori pengetahuan yang berdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari teori hakikat, teori nilai atau filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat untuk membahas setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
5.    Metode Histories
 Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya dapat dibicarakan dengan tokoh-tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misal dimulai dari pembicarakan filsafat thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakikat,  maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam membicarakan Anaxr mandios Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
6.    Metode kritis
 Metode ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Sebaiknya metode ini digunakan pada tingkat sarjana.                                 Disini gajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis ataupun histories. Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga berupa dukungan. Ia mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri ataupun menggunakan pendapat filsuf lain. Jadi jelas tatkala memulai pelajaran amat diperlukan belajar filsafat dengan metode ini.

C.    Cabang Filsafat
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi.
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1. filsafat umum/murni
a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
b  Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan
c.  Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang  memasukkan Logika ke dalam kajian epistimologi.
d. Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
2  Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan, kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.
1. Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-karakteristik yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa dan materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan sifat, aktual dan potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan (appearance) dan kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di balik penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya bahwa kenyataan paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural.
Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan menolak metafisika. Para filsuf yang menolak metafisika beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena melampaui batas-batas kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-kebenaran yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan diukur kebenarannya. Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabanga, yaitu :
1. Ontology, mengkaji persoalan-persoalan tentang ada (dan tiada)
2. Kosmologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-unsur yang membentuk alam semesta
3. Humanologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan antara jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia
4. Teologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama

2. Epistemologi dan Logika
Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani, yakni episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori.dengan demikian epistemology adalah suatu kajian atau teori filsafat mengenai esensi pengetahuan.
Menurut Koestenbaum (1968), secara umum epistemology berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara spesifik epistemology berusaha menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti hubungan antara pengetahuan dan kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang melampaui panca indera, status ontology dari teori-teori ilmiah, hubungan antara konsep-konsep atau kata-kata yang bersifat umum dengan objek-objek yang ditunjuk oleh konsep-konsep atau kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan mengetahui itu sendiri.
Menurut J.F. Ferrier, epistemology pada dasarnya berkenaan dengan pengujian filsafati terhadap batas-batas, sumber-sumber, struktur-struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Logika sebagai salah satu cabang filsafat pada dasarnya adalah cara untuk menarik kesimpulan yang valid. Secara luas logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir  secara sahih. Ada banyak cara menarik kesimpulan. Namun secara garis besar, semua itu didigolongkan menjadi dua cara yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus atau individual. Baik logika induktif maupun logika deduktif, dalam proses penalarannya mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggap benar. Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
3. Aksiologi
Aksiologi merupakan kajian filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas yang kita berikan kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak bernilai. Pada masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan teknologi.  Peradaban manusia masa kini sangat bergantung pada ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat kemajuan pada kedua bidang ini pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak sekali penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan manusia, seperti misalnya penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain, perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan factor manusia. Di mana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia ada bertujuan untuk eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang ada. Masalah nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian terutama untuk mempertahankannya, diperlukan keberanian moral.
Dihadapkan dengan  masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini, para ilmuwan terbagi menjadi dua golongan pendapat.
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersikap netral terhadap nilai-nilai, bik itu secara ontologis, mau pun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain dalam mempergunakannya, apakah untuk kebaikan atau untuk keburukan.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan. Sedangkan dalam penggunaannya bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.
Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub cabang yaitu :
1. Etika. Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya manusia bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan manusia.
2.  Estetika. Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji mengenai keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.

D.      OBJEK FILSAFAT
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Ada dua objek apa yang dipikirkan. Ada dua objek dalam filsafat diantaranya:
1.    Objek Material
Objek material filsafat yaitu segala yang ada dan mungkin ada, jadi luas sekali dan tidak terbatas.
Objek materia antara filsafat dengan sains (ilmu pengetahuan) sama, yaitu sama-sama menyelidiki segala yang ada dan mungkin ada. Tapi ada dua hal yang membedakan diantaranya:
a.    Sains menyelidiki objek material yang empiris. Sedangkan filsafat menyelidiki bagian yang abstraknya.
b.   Ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains seperti tuhan, hari akhir (hal-hal yang tidak empiris). Jadi objek material filsafat lebih luas daripada sains.
2. Objek Formal (sikap penyelidikan)
Objek forma filsafat adalah penyelidikan yang mendalam atau ingin mengetahui bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.
Objek ini hanya dimiliki oleh filsafat saja. Sains tidak mempunyai objek forma. Karena objek sains hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika tidak dapat diselidiki maka akan terhenti sampai disitu.
 Tetapi filsafat tidaklah demikian, filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai akar-akarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar